Vivi



Vivi
Sang Teroris Berdarah Dingin

EP 1 : Vivi
Suatu ketika, sekitar tahun 1998, diseluruh negeri ini, terdengar sebuah kabar mengenai kehadiran sosok yang begitu kejamnya dimasa akhir era Presiden Soeharto itu. Dialah Vivi, pembunuh paling kejam, sekaligus teroris yang paling dicari disaat itu.
Lima tahun sebelumnya, sekitar tahun 1993, disebuah desa yang bernama desa Beru, kecamatan  Wlingi, hiduplah sebuah keluarga yang hidupnya harmonis dan sejahtera. Keluarga itu bernama keluarga Anggun. Keluarga itu terdiri dari lima orang, yaitu: Pak Edi, Bu Farah, Vivi, Mela, dan yang paling kecil ialah Hardi. Meskipun mereka merupakan keluarga yang sederhana, hidup mereka selalu kecukupan. Sampai setahun kemudian, ketika awal tahun 1994, keluarga Anggun itu dihabisi semua, terkecuali anak – anaknya saja. Mereka dibunuh karena Pak Edi dan Bu Farah itu merupakan anggota pemberontak yang bakal menyusun kekuatan untuk menggulingkan kepemimpinan Soeharto kala itu.
“Dimasa Orde Baru, pembunuhan seperti ini masih saja terjadi. Apakah keluarga itu gila, mencoba membuat rencana untuk menggulingkan kepemerintahan Soeharto?” kata orang – orang yang menghadiri acara eksekusi mati tersebut.
“Iya. Seharusnya mereka berdua itu pada sadar, tidak akan ada yang bisa menentang sedikitpun rezim yang dikuasai oleh Soeharto itu. Mereka berdua cuman hanya mengorbankan nyawanya hanya untuk sia – sia,” sahut orang disampingnya itu.
Vivi kala itu hanya bisa melihat kedua orangtuanya disiksa keji seperti itu dari luar lapangan. Gadis berusia 14 tahun ini berniat buat membalas dendam atas semua perlakuan pemerintahan dimasa Soeharto itu ke kedua orangtuanya itu. Oleh karena itu, setelah ia menyaksikan kalau kedua orangtuanya itu ditembak mati, Vivi itupun langsung menghilang. Entahlah, tidak ada yang tahu tujuannya.
“Tidak bisa dimaafkan, orang – orang seperti itu tidak akan bisa kumaafkan. Mereka semua harus mati.. dan mati, supaya semua orang pada tahu kalau ikatan keluarga jauh lebih penting ketimbang pemerintah busuk itu,” batin Vivi yang menggila itu.
“Suatu saat nanti, aku pasti akan kembali untuk membalas dendam kepada kalian semua, lihat saja nanti. Aku pastikan kalau kalian semua bakal membayar apa yang telah kalian lakukan kepada kedua orangtuaku itu nanti!” imbuhnya.
Selama berbulan – bulan Vivi itu merantau dari kota ke kota, hanya untuk menunggu saat yang tepat dan menunggu kedewasaan dirinya supaya ia mampu untuk membalaskan dendam kedua orangtuanya itu. Meninggalkan kedua adiknya.
Harapannya itu akhirnya menemui sebuah titik temu juga. Setelah ia terkapar dipasar Kediri, diapun akhirnya ditemukan oleh seorang boss mafia yang terkenal, yaitu bernama Sugeng Riyadi.
“Anak kecil, kenapa kau ada disini? Bukankah nanti kalau kau disini kedua orangtuamu bakal nyari kamu terus?” tanya Sugeng ramah.
“Saya.. saya sudah tidak mempunyai orangtua. Kedua orangtuaku telah mati karena dibunuh oleh para juru tembak di istana DPRD Blitar beberapa bulan lalu,” jawab Vivi murung, bahkan ia sampai menutupi mukanya.
“Mhm.. ya udah. Kalau kau tidak mempunyai siapa – siapa lagi, kau boleh ko’ buat ikut denganku. Aku akan melatihmu menjadi seorang yang akan bisa membalaskan dendam kedua orangtuamu kepada negeri ini, negeri yang sudah merenggut nyawa kedua orangtuamu dan merenggut kehidupanmu yang bahagia dulu!” kata Sugeng yang mengajak Vivi untuk ikut bersamanya.
Tak beberapa lama kemudian, lima puluh orang polisi bersenjatakan lengkap itu mengepung Sugeng dari berbagai arah. Disaat itu, Sugeng sudah tidak bisa melakukan apapun, namun beberapa saat kemudian, diapun langsung memanggil keluar seluruh bawahannya, dan mereka langsung mengepung polisi itu juga dari segala arah.
“Hmph. Benar – benar payah kalian ini polisi. Benar – benar mudah sekali kau terpancing masuk kedalam jebakan yang sudah aku siapkan ini,” ujar Sugeng licik.
“Sial. Kita semua sudah terkepung,” kata komandan polisi kala itu.
“Benar. Pasukanku, cepat habisi mereka semua. Dan disisakan komandannya buat aku!” perintah Sugeng kepada bawahannya itu.
Dan dengan sigap, bawahan Sugeng itu berhasil menghabisi seluruh polisi itu, terkecuali komandannya saja yang tersisa. Ketika komandan itu hendak melarikan diri, dari belakang, meluncurlah suara tembakan yang berasal dari Pistol Hawk, yang langsung menembus tepat dijantungnya.
“Benar – benar mudah sekali kau untuk kubunuh, komandan? Apakah citra hebat polisi itu hanya segini, mana kata – kata yang sering kalian ucapkan dulu, kalau kalian merupakan pasukan yang bisa diandalkan, he?” ujar Sugeng.
Begitu melihat kehebatan dan kejituan Sugeng dan bawahannya, semakin membuat Vivi itu terkesan, dan kepengen buat berlatih bersama Sugeng dan anak buahnya itu. Ya meskipun ia harus bergabung dengan kelompok mafia ‘The Hatred’ mafia paling berkuasa diseluruh Indonesia kala itu.
Sesampainya Vivi dimarkas The Hatred, Vivi itu langsung mendapat perhatian khusus dari Sugeng, karena ia tahu kalau suatu hari nanti, Vivi akan menjadi orang yang paling hebat dan ambisius, jauh melebihi dirinya. Oleh karena itulah, Sugeng rela untuk melatihnya sendiri.
“Vivi, apa kau yakin kalau kau ingin bergabung dengan kelompok mafiaku ini, mafia yang paling diburu diseluruh negeri, bahkan sudah masuk dalam kancah diseluruh Asean?” tanya Sugeng sekali lagi, untuk meyakinkan dirinya, mantap atau tidak.
“Ya, saya kepengen buat bergabung dengan kelompok mafia anda, tuan Sugeng. Saya akan siap buat berkorban nyawa atau apapun demi keselamatan tuan Sugeng ini,” jawab Vivi lugas.
“Bagus kalau begitu. Mulai hari ini, kau resmi jadi anggota baru disini. Dan aku sendirilah yang akan melatihmu supaya kau bisa menjadi pembunuh yang hebat dan kuat, sama sepertiku!” kata Sugeng yang lantang itu.
Seluruh bawahan Sugeng yang ada disana itu terkejut. Karena selama ini Sugeng itu belum pernah mau melatih bawahannya itu secara pribadi, tidak seperti saat ini. Begitu melihat Vivi, iapun berniat buat melatihnya secara pribadi.
Dalam setahun berlatih dengan Sugeng, Vivi itupun mulai menjadi seorang bawahan Sugeng yang sangat spesial dan hebat. Diapun sudah mampu melupakan rasa emosinya, dan perasaannya, sehingga yang ada didalam pikirannya ialah patuh, patuh, dan patuh para semua perintah yang diberikan Sugeng padanya.
“Bagus, Vi. Latihanmu denganku selama setahun ini telah membuahkan sebuah hasil yang nyata. Kau itu sekarang sudah sama seperti aku, tidak memiliki emosi ataupun perasaan dalam menghabisi nyawa orang. Namun untuk memastikan hal itu, aku akan menyuruhmu untuk berduel dengan salah seorang bawahanku yang terbaik. Jika kau bisa mengalahkan dan membunuhnya, maka mulai saat itu kau akan lulus, dan akan kujadikan kau sebagai salah satu agentku.” ujar Sugeng yang sedikit tersenyum melihat Vivi.
“Baik, tuan!” jawab Vivi berlutut dihadapan Sugeng.
EP 2 : Duel Maut

Keesokan harinya, dimulailah ajang duel itu yang menentukan semuanya. Undangan semua diberikan kepada seluruh pimpinan – pimpinan mafia yang ada. Mereka semua merasa antusias untuk melihat ajang duel hari ini, antara Vivi melawan seluruh petarung milik pimpinan mafia yang lain.
Vivi kala itu sudah siap menunggu diarena, untuk menunggu lawannya diatas ring. Banyak pimpinan – pimpinan mafia yang meledek keputusan Sugeng untuk mengajukan Vivi sebagai kandidatnya itu. Namun, Sugeng sangat percaya diri sekali, kalau Vivi itu akan bisa mengalahkan dan menghabisi seluruh lawannya itu.
“Sugeng, apa kau gila? Kenapa kau mengajukan seorang gadis kecil berusia lima belas tahun itu, untuk mengikuti ajang duel kali ini, he?” ledek Syafi, ketua mafia Bolo.
“Mhmph. Jangan kalian anggap remeh gadis kecil itu, yah! Meskipun dia masih berusia lima belas tahun, namun aku benar – benar yakin kalau ia mampu mengalahkan dan menghabisi seluruh lawan – lawannya diarena nanti!” jawab Sugeng yang percaya diri itu.
“Mhm.. kita lihat saja, Sugeng. Siapa yang akan memenangkan duel tahun ini. Aku harap kau tidak bersedih lagi ketika salah satu anak buahku mengalahkan dan membunuh satu anak buahmu itu. Hahaha..!” kata Syafi seraya tertawa.
Akhirnya yang maju duluan dalam duel itu ialah anggota dari mafia Baro, yang bernama Dehan. Dehan merupakan salah seorang agent terbaik yang dimiliki oleh Baro, ketua mafia Baro.
Sesampainya Dehan diatas arena, Vivi itupun langsung membuka matanya. Dengan tidak mengurangi ketenangannya itu, Vivi itupun langsung bertanya sesuatu ke Dehan.
“Siapa kau ini?” tanya Vivi dingin.
“Hahaha.. kau belum pernah mendengar namaku, gadis kecil? Aku Dehan, salah seorang agent terbaik yang dimiliki oleh mafia Baro. Aku datang kesini, karena aku ingin mencoba kekuatan seseorang yang dilatih oleh tuan Sugeng secara pribadi!” jawab Dehan seraya tersenyum.
“Apa kau yakin kau mampu buat mengalahkanku, Dehan? Jikalau kau kalah melawanku, maka aku tidak akan segan – segan untuk membunuhmu. Karena itu merupakan sebuah perintah dari tuan Sugeng,” tanya Vivi dingin.
“Mhm.. jadi Sugeng sudah benar – benar mencuci otakmu itu yah? Baiklah kalau begitu, jikalau kau mampu mengalahkanku saat ini juga, maka aku rela buat kau bunuh, jikalau itu memang benar – benar tujuanmu, gadis kecil.” jawab Dehan.
Dan mulailah pertarungan diantara mereka. Dehan memulai serangannya menggunakan sebuah pistol peredam tipe DS 185. Dengan mudahnya Vivi berhasil menghindari peluru – peluru itu. Setelah itu, Dehan masih belum menyerah, iapun segera mengeluarkan sebuah pedang. Ketika Dehan mencoba mengayunkan pedangnya itu, Vivi langsung menyerang balik dengan sebilah pisau yang ada dilengannya. Dan disaat itulah Dehan itu tersungkur dan terluka parah.
Banyak orang yang tidak melihat gerak geriknya Vivi tatkala ia mengayunkan pisaunya itu, namun dengan begini, Vivi sudah dinyatakan sebagai pemenangnya.
“Mhmp.. kau terlalu pede, Dehan. Seharusnya kau jangan seperti itu tadi. Seharusnya kau itu mencoba menungguku menyerang tadi, dengan begitu, pertarungan ini bakal lebih lama lagi,” ujar Vivi yang masih tetap tenang itu.
“S.. Siapa... Siapakah kau sebenarnya!?” tanya Dehan ketakutan itu.
“Aku tidak mempunyai nama. Aku disini mempunyai inisial ‘V’. Sekarang, sudah saatnya buatku untuk menagih janjimu itu, Dehan. Sekarang juga, aku akan membunuhmu dengan tanganku sendiri!” jawab Vivi tenang.
“Jangan.. jangan lakukan!” kata Dehan memohon supaya Vivi itu mengampuninya.
“Tidak akan. Didalam dunia mafia, tidak mengenal apa itu kata kasihan. Jadi bersiap – siaplah untuk mati!” jawab Vivi dingin.
Akhirnya Vivi itu menembak Dehan itu pake pistol milik Dehan tadi tepat mengenai kepalanya. Sehingga Dehan itupun langsung tewas saat itu juga.
Setelah menghabisi Dehan, Vivi itupun langsung turun kearena. Karena sekarang merupakan giliran mafia lain untuk bertarung. Banyak anggota – anggota mafia yang membicarakan Vivi kala itu. Mereka menganggap kalau Vivi nanti bakal menjadi ancaman terbesar buat mereka. Oleh karena itu, dua kelompok mafia, Baro dan Bolo itupun mengutus lima orang bawahannya untuk menghabisi Vivi yang sekarang ini lagi beristirahat di lobby, yang berada diluar arena.
“Hebat sekali kemampuanmu itu, gadis kecil. Dengan mudahnya kau berhasil menghabisi Dehan, yang merupakan agent terbaik milik bos kami. Untuk mencegahmu berbuat ulah lebih banyak lagi, kami berlima ditugaskan oleh bos Baro untuk menghabisimu saat ini juga,” kata salah seorang bawahan Baro mengancam.
“Lalu, kelima orang yang lain ini siapa?” tanya Vivi dingin.
“Kami ini merupakan bawahan dari bos Syafi. Kami diperintahkan oleh bos kami juga untuk membunuhmu. Supaya kau tidak akan mencampuri urusan kami semua untuk memenangkan ajang duel tahun ini. Kami berlima ini, setahun lalu telah berhasil membunuh tiga orang kandidat yang dipilih oleh Sugeng. Dan sekarang juga, kami akan melakukannya!” jawab salah seorang bawahan Syafi.
“Apa kalian bersepuluh ini mampu untuk membunuhku, he? Sekarang ini, aku sedang tidak mood untuk menghabisi kalian semua, karena aku belum dapat perintah dari tuan Sugeng, jadi untuk itulah sebaiknya kalian semua pergi dari sini sekarang juga, sebelum aku lepas kendali!” ancam Vivi seraya menutup kedua matanya.
Kesepuluh orang itu tetap ngeyel, mereka semua itupun langsung menyerang Vivi bersama – sama. Namun Vivi dengan mudahnya berhasil mengalahkan mereka hanya dengan mata tertutup.
Setelah ia berhasil menghabisi mereka semua, Vivi itupun memanggil beberapa anggotanya yang lain. Ia itupun menyuruh tiga anggotanya itu untuk membereskan mayat – mayat orang itu.
Lima belas menit kemudian, akhirnya giliran Vivi untuk maju kembali itupun tiba. Diarena, Vivi kali ini harus melawan bawahan dari mafia Elang Hitam, yang diketuai oleh bos Rendi. Bos Rendi kala itu memilih Aldo sebagai kandidatnya.
“Jadi kau orangnya, yang telah menghabisi Dehan dalam pertarungan tadi, he? Ternyata kekuatan dan kemampuanmu itu lumayan juga, gadis kecil. Namun jangan samakan aku dengan lawan yang kau lawan tadi, karena aku merupakan Aldo, petarung yang tangguh dari kelompok mafia Elang Hitam!” ujar Aldo membanggakan dirinya.
“Hmph. Apa kau yakin kalau kau mampu dan bisa buat mengalahkanku disini, Aldo? Jikalau kau mampu buat mengalahkanku disini, maka aku akan siap buat bunuh diri ditempat ini, saat itu juga!” jawab Vivi dingin.
Akhirnya pertarungan diantara mereka berdua itupun dimulai juga. Sama seperti pertarungan sebelumnya, Vivi itupun menunggu buat lawannya untuk menyerangnya duluan. Aldo mengetahui taktik dari Vivi tadi, dan berusaha untuk menyamai taktik dari Vivi, sehingga lima menit mereka lakukan hanya untuk berdiam diri saja.
Tak lama setelah itu, Sugeng dari atas kursi duduknya itu berteriak ke Vivi kalau Vivi harus segera menyerang dan menghabisi Aldo saat itu juga, oleh karena itu, Vivi itupun langsung menyerang Aldo dengan membabi buta. Pertama – tama, Aldo itu mampu buat menangkis serangan demi serangan yang dilancarkan oleh Vivi, namun tak lama kemudian, tiba – tiba iapun langsung tersungkur. Tidak ada yang tahu mengapa Aldo bisa sampai tersungkur seperti itu, padahal sedari tadi, dia mampu untuk menangkis semua serangan yang dilakukan Vivi.
Ternyata penyebabnya ialah Vivi itu telah menyerang kakinya, disaat Aldo lagi sibuk buat menangkis serangan – serangan Vivi yang ditujukan kepada dirinya dari atas. Oleh karena itulah, Vivi bisa memenangkan pertarungan kedua ini dengan mudah.
“Ternyata kau tidak mempunyai kesiagaan terhadap sesuatu, Aldo. Dengan begini, maka kau telah kalah melawanku. Sesuai perintah tuanku, maka aku akan menghabisimu sekarang juga,” ujar Vivi yang masih tetap dingin.
“Sialan kau itu, gadis kecil!?” Aldo itu menggeram.
“Habisi.. habisi dia, habisi!” sorak seluruh penonton kala itu.
Akhirnya Vivi itupun menghabisi nyawa Aldo saat itu juga. Mulai dari saat itulah, nama Vivi yang berinisial ‘V’ itu mulai dikenal oleh sebagian besar para mafia, sebagai pembunuh berdarah dingin yang hebat.
Dibangku penonton, kelompok mafia Bima, beserta kelompok mafia – mafia yang lain merasa kalau ancaman akan kelangsungan nyawa mereka itu mulai terancam, karena seperti yang diketahui kalau mereka semua sedang berselisih dengan kelompok mafia The Hatred itu. Sehingga mereka takut kalau Sugeng itu bakal menyuruh Vivi itu untuk menghabisi mereka dan seluruh anggota mereka suatu saat nanti.
Satu demi satu pertarungan duel itu dimenangkan oleh Vivi. Sehingga, kini ia hanya menyisakan dua duel lagi, sebelum ia bisa memenangkan ajang duel tahun ini. Di semi final, Vivi kala itu harus melawan seorang gadis sebayanya yang bernama Astrid. Astrid ini merupakan agent terbaik yang dimiliki oleh kelompok mafia Juran.
Sugeng kala itu saat tertarik buat mendapatkan Astrid itu, supaya ia bisa bergabung dengan kelompok mafia The Hatred, karena kekuatannya sangat dibutuhkan oleh Sugeng.
“Vivi, ketika kau nanti mampu untuk mengalahkannya, aku mau kau untuk tidak membunuhnya. Karena kita disini sangat membutuhkannya untuk menambah kekuatan kelompok kita ini!” bisik Sugeng kepada Vivi.
“Tapi, apakah tuan yakin kepengen buat menjadikannya anggota kita? Jika kau yakin, maka aku akan membuatnya untuk bergabung bersama kita disini, tuan,” jawab Vivi patuh.
“Bagus. Sekarang majulah masuk kedalam arena kembali, dan kalahkan dia saat itu juga!” kata Sugeng.
“Baik, tuan!” jawab Vivi.
Akhirnya Vivi itupun kembali memasuki arena untuk melawan Astrid disana. Astrid ini merupakan seorang lawan yang tidak bisa dianggap remeh oleh Vivi, karena kekuatan, skill, dan kecerdikan mereka hampir sama satu sama lain.
“Hebat juga kau, mampu untuk sampai sejauh ini, V. Padahal kau ini merupakan anggota baru dikelompok mafia yang mempunyai ranking terendah diseluruh negeri ini,” ujar Astrid mencoba untuk memprovokasi Vivi.
“Hei, seharusnya aku yang mengatakan hal itu padamu, Astrid. Aku punya sebuah kesepatakan untukmu, jikalau aku mampu mengalahkanmu, maka kau harus masuk menjadi anggota kami disini!” jawab Vivi yang tetap tenang itu.
“Hmph. Apa kau mau mengatakan kalau kau.. kau bisa mengalahkanku disini? Okelah, jikalau kau bisa mengalahkanku diajang duel kali ini, maka aku akan bersedia untuk bergabung dengan kelompok mafiamu itu. Tidak, aku tidak akan bergabung dengan mafiamu, namun aku akan bergabung menjadi anggotamu saja, bukan Sugeng!” kata Astrid menyepakati tawaran itu.

EP 3 : Duel Semi Final dan Final

Dan mulai saat itulah, pertarungan diantara mereka berdua itu dimulai. Pertarungan mereka dimulai dengan Vivi menembakkan pistolnya itu kearah kakinya Vivi. Namun dengan mudahnya Astrid itu dapat menghindarinya, lalu Astrid langsung menyerang balik dengan menembakkan pistolnya kearah tangannya, dan disaat itu, iapun akhirnya mampu melukai tangannya.
Crottt...!
Suara darah yang keluar dari tangan Vivi.
Sugeng terkejut ketika melihat gadis yang dilatihnya itu berhasil dilukai oleh Astrid, seketika itu, teriakan dan sorakan penonton itupun akhirnya mewarnai seluruh arena.
“Horeee... bagus sekali Astrid, kau akhirnya mampu untuk melukai gadis berdarah dingin itu. Sekarang tinggal urusan waktu kau untuk menghabisinya,” sorak seluruh penonton.
“Mhmp.. gimana Sugeng, apa kau masih begitu yakin kalau anak buahmu itu mampu untuk mengalahkan Astrid, yang mana sudah menjadi salah satu agent terbaik yang kumiliki!” ledek Andre, seraya memunculkan senyum liciknya itu.
“Sial. Aku harap, kau benar – benar mampu untuk mengalahkan Astrid, Vivi. Kalau kau bisa mengalahkannya, maka kelompok mafia kita akan mendapat seorang anggota yang kuat, selain dirimu!” batin Sugeng.
Kembali kearena, dimana Astrid dan Vivi masih bertarung. Disaat itu, Vivi sudah kalah telak melawan Astrid, yang kemampuannya sudah jauh darinya itu, namun disaat ia hampir tersungkur, iapun membayangkan tentang dendam – dendamnya itu, sehingga sebuah kekuatan muncul dari dalam tubuhnya, dan dia akhirnya menjadi pyschopath. Matanya yang tadi berwarna hitam, sama seperti mata manusia pada umumnya itu, akhirnya berubah menjadi merah membara.
“Aku.. aku tidakkan kalah disini, aku harus menang, menang, dan menang, supaya tuan Sugeng terus memujiku dan terus menganggapku, tidak akan ada yang mampu menghentikanku untuk terus berada disisi tuan Sugeng, apapun yang terjadi!” ujar Vivi menggila.
“Apa? Siapakah dia itu sebenarnya!? Kenapa dia jadi menggila seperti ini?” batin Astrid.
Seketika itu juga, Vivi itupun langsung menyerang balik Astrid. Gerakan dan kecepatannya benar – benar luar biasa, sehingga Astrid tidak mampu untuk menebak maupun melihat alur serangannya itu. Vivi kala itu mengincar kedua kaki Astrid dengan pisaunya, sehingga tak lama setelah itu, Astrid itupun tersungkur.
“A.. Aku mengaku kalah!” ucap Astrid, yang akhirnya iapun mengaku kalah juga.
“Ha? Apa yang terjadi, kenapa kau sudah tersungkur seperti itu, he?” tanya Vivi, yang sepertinya ia telah merubah ingatannya kembali.
“Sialan, benar – benar kacau kalau begini, sebaiknya aku pergi saja dari sini!” batin Andre.
Andre dan lima belas anak buahnya itupun akhirnya meninggalkan tempat duel itu, mereka semua tidak menyangka kalau Vivi itu bisa mengalahkan Astrid, dan dengan begini, Astrid itupun akhirnya bisa menjadi salah satu anggota The Hatred. Dan banggalah Sugeng kala itu.
“Bagus, Vivi. Ternyata gingseng salju merah itu benar – benar sangat berguna. Dengan begini, satu persatu kelompok mafiaku bakal terisi dengan orang – orang yang hebat dan kuat,” batin Sugeng licik.
Diarena, Vivi itupun akhirnya menolong Astrid itu untuk berdiri. Ternyata luka yang ditimbulkan oleh serangan Vivi tadi tidak terlalu parah, sehingga dengan sediki P3k, Astrid itupun akhirnya bisa berdiri layaknya orang normal kembali.
“Terima kasih, Vi. Sesuai janjiku padamu, maka aku akan bergabung denganmu. Mari kita berdua membuat kelompok mafia baru, tidak bergantung dengan mafia The Hatred itu!” ujar Astrid ke Vivi lirih.
“Maaf, itu belum saatnya aku meninggalkan sisi tuan Sugeng, aku masih perlu dia untuk mewujudkan impian – impianku itu, lalu setelah itu, kita akan lihat selanjutnya..” jawab Vivi.
“Okelah, Vi. Aku turuti saja apa maumu itu. Namun hanya kaulah yang bisa menyuruhku, bukan orang tua, Sugeng itu!” kata Astrid.
“Baiklah kalau begitu!” jawab Vivi.
Kali ini, pertarungan berlanjut keranah final. Saat ini, Vivi akan melawan Huda, petarung yang sudah menjuarai ajang duel ini sebanyak tiga kali berturut – turut. Saat ini, Vivi harus bisa mengalahkannya dan membunuhnya, karena Sugeng tidak tertarik dengan pemuda itu sama sekali. Jadi, Vivi bisa mengeluarkan seluruh kemampuannya untuk menghabisi Huda itu.
“Hebat sekali pertunjukan kamu hari ini, gadis kecil. Aku benar – benar salut padamu, kalau boleh kutahu, siapakah namamu?” tanya Huda seraya tersenyum manis.
“Namaku Vivi, orang yang akan menjadi malaikat mautmu, Huda. Sekarang, apa kau masih punya omong kosong yang ingin kau tanyakan padaku!?” jawab Vivi sinis.
“Vivi, yah. Nama yang indah!” puji Huda kala itu.
“Iya, sama seperti indahnya saat kau menyiksa kedua orangtuaku diistana DPRD Blitar kala itu juga,” jawab Vivi tiba – tiba.
Betapa terkejutnya Huda mendengar kata – kata yang dilontarkan Vivi tadi. Dia benar – benar nggak menyangka kalau lawannya hari ini, adalah putri dari Pak Edi, dan Bu Farah, orang yang pernah ia siksa setahun lalu.
“Jadi, kau ini adalah puteri dari Pak Edi dan Bu Farah itu yah?” tanya Huda ketakutan.
“Iya. Aku merupakan puteri dari orang yang kalian siksa setahun lalu, hanya karena kalian semua menduga kalau ayahku itu merupakan seorang penghianat negeri ini, yang akan merencanakan pemberontakan,” jawab Vivi geram.
Dan disaat itu, Huda karena panik langsung menyerang Vivi disaat ia lagi lengah. Namun kecekatan Vivi saat itu, membuatnya mampu menghindari serangan Huda yang sudah tak karuan karena panik itu.
Vivi dengan mudahnya menghindari semua serangan yang dilancarkan Huda saat itu, sehingga Huda itu semakin takut dan takut lagi. Beberapa saat kemudian, giliran Vivi buat menyerang balik. Huda kala itu keteteran menghadapi serangan – serangan yang dilakukan oleh Vivi. Sehingga tak lama kemudian, diapun akhirnya tersungkur juga, ketika Vivi berhasil memotong kaki kiri dan tangan kanannya.
“Sakiiittt.. sial. Dia berhasil memotong kaki kanan dan tangan kiriku. Sekarang, aku harus gimana lagi, untuk menghindari pertarungan ini?” batin Huda yang sudah gigit jari dan kesakitan itu.
“Rasanya sakit bukan, he? Rasa sakit yang kau rasakan saat ini, tidaklah sebanding dengan rasa sakit yang aku, adik – adikku, dan keluargaku rasakan saat kau menyiksa kedua orangtuaku dengan begitu keji setahun lalu,” ujar Vivi sedikit menggila.
“Amm.. Ampun, Vi. Ampun!” Huda itupun akhirnya meminta ampun ke Vivi, supaya ia bisa membiarkannya hidup.
“Ampun, he? Kenapa saat ini kau meminta ampun padaku, he? Kenapa disaat kedua orangtuaku berteriak – teriak meminta ampun dan belas kasihan kepada kalian, kenapa kalian membiarkannya saja, he? Sekarang rasakanlah pembalasanku kepada kalian!” kata Vivi, yang langsung mengarahkan pistolnya tepat kearah kepala Huda.
“Jangan.. jangan habisi aku, Vi. Aku mohon.. mohon!” Huda itu sudah benar – benar ketakutan.
“Maaf, aku tidak bisa!” jawab Vivi dingin.
Dar..!
Suara tembakan itu tepat mengenai kepala Huda. Dan akhirnya Huda itupun tewas. Setelah tewasnya Huda ditangan Vivi, semua mafia – mafia itu akhirnya bergerak juga. Mereka berniat untuk menyerang Vivi, juara duel tahun 1994 ini.
Namun bersamaan dengan itu, Sugeng itupun memanggil seluruh bawahannya itu, sehingga para mafia – mafia itu terkepung juga.
“Jikalau kalian ada yang berniat untuk menyerang dan melukai Vivi, maka kalian harus berhadapan dengan bawahanku yang sudah siap buat menyerang kalian sekarang juga!” ujar Sugeng mengancam mereka.
“Sial. Kita terdesak. Sebaiknya kita semua pergi dari sini, sebelum Sugeng menghabisi kita semua, bisa mati konyol kita,” jawab Baro.
Dan syukurlah, dengan ancaman dari Sugeng itu, para mafia – mafia itu akhirnya mau juga untuk meninggalkan arena duel itu dengan damai. Dan disaat itupula, juri pertandingan itu memberikan penghargaan ke Vivi sebagai juara duel tahun ini.
Mulai saat itulah, Vivi akhirnya resmi menjadi seorang agent terbaik Sugeng, ditambah ia juga diangkat menjadi seorang intruktor latihan, yang melatih semua bawahan – bawahan Sugeng.

EP 4 : Agent Terbaik

Setahun kemudian, disaat perkembangan negeri ini mulai muncul, Sugeng itupun mengetahui kalau perkembangan para mafia – mafia itu semakin pesat. Oleh karena itu, dia menyuruh Vivi untuk memanfaatkan moment itu untuk menjual ganjanya kepada para pria hidung belang, dan juga para generasi muda saat itu.
Ganja dan opium yang ia tawarkan ternyata berdampak pada kehancuran moral negeri ini, oleh karena itu, Presiden Soeharto memerintahkan pihak kepolisian untuk mencari dan memburu Sugeng Riyadi itu, kapanpun dan dimanapun berada.
“Vivi, beberapa kepolisian telah ikut campur dengan masalah kita saat ini, mereka semua merupakan kepolisian resort Wlingi, dan Selopuro. Aku mau kau untuk menghancurkan markas kedua polisi itu sekarang juga!” perintah Sugeng ke Vivi.
“Baik, saya mengerti. Namun apakah tuan yakin kalau saya berhasil melakukannya? Kedua markas polisi itu sangat dijaga ketat 24 jam, tuan. Apakah benar kalau tuan menyuruhku untuk menghancurkan markas itu sendirian?” tanya Vivi.
“Sayangnya, iya. Dalam kondisi saat ini, kita yang telah didesak mundur oleh presiden, kita tidak bisa menyisakan seorangpun pasukan untuk membantumu, Vi. Mereka semua sudah kutugaskan dengan misi yang berbeda – beda,” jawab Sugeng yang menolak permintaan Vivi tadi.
“Baiklah, tuan. Aku akan melaksanakan tugas yang kau beri kali ini. Dan saya pastikan kalau aku pasti akan menyelesaikan misi ini dengan gemilang, sama seperti biasanya!” jawab Vivi patuh.
Dan berangkatlah Vivi menuju ke Wlingi, untuk menghancurkan markas salah satu kepolisian disana. Vivi sebenarnya tidak terlalu yakin kalau ia akan berhasil menghancurkan kepolisian Wlingi ini, karena sudah merupakan perintah dari Sugeng, jadi mau atau tidak mau, dia harus menjalankannya, baik berhasil maupun gagal.
Ketika Vivi itu pergi, Nuhy, kekasih Sugeng itu akhirnya muncul juga. Setiap kali bertemu, mereka akhirnya melepaskan kerinduannya dengan melakukan pelayaran seksual, sama seperti biasanya. Ternyata mereka berdua juga merencanakan sesuatu yang buruk kepada Vivi, agent terbaiknya sendiri.
“Jadi, gadis yang bernama Vivi itu sudah pergi yah, kekasihku, hm?” tanya Nuhy mesra.
“Sudah. Aku menyuruhnya untuk menghancurkan markas kepolisian yang telah mengganggu bisnis ganja kita berdua, sayang. Aku sudah menyuruhnya untuk menghancurkan markas kepolisian di Wlingi dan Selopuro sana,” jawab Sugeng seraya tersenyum licik.
“Bagus. Disana, ia bakal menghadapi kematiannya sendiri. Nanti, jikalau ia sudah mati, bukankah agent handalmu itu akan berkurang seorang lagi, kekasihku?” tanya Nuhy mesra.
“Itu bukan jadi masalah buatku. Jikalau Vivi itu mati, maka kita berdua masih mempunyai Astrid, Ayu, Elen, dan Yudi. Mereka berempat pastinya akan sangat senang, jikalau Vivi itu mati,” jawab Sugeng.
“Ayo, sayangku. Marilah kita berselancar seksual. Sudah beberapa hari kita berdua tidak melakukannya. Karena dalam beberapa hari ini, kau hanya sibuk mengurusi bisnis ganja dan opiummu itu!” ujar Nuhy yang mengajak Sugeng itu untuk berlayar menikmati hubungan seksual dengannya.
“Baiklah, sayangku. Aku juga merindukan saat kau melakukan hal itu denganku,” jawab Sugeng.
Akhirnya mereka berdua itupun masuk kedalam kamar pribadi mereka untuk berlayar seksual. Mereka berdua tidak tahu, kalau Astrid, Lisa, dan Elen itu menguping pembicaraan mereka. Mereka bertiga berniat untuk melaporkan hal ini ke Vivi, ketua mereka. Ternyata mereka bertiga setianya tidak ke Sugeng, namun kepada Vivi, yang sudah pernah mengalahkannya.
“Jadi, ini merupakan ide busukmu itu, Sugeng? Gue nggak sabar untuk memberitahu ketua Vivi mengenai hal ini. Apa yang akan terjadi jikalau ketua Vivi mengetahui hal ini semuanya?” tanya Astrid yang seraya mengintip Sugeng memasuki kamar pribadinya dengan Nuhy.
“Sekarang, apakah kita harus menyusul ketua Vivi, he?” tanya Lisa.
“Tentu saja. Vivi sekarang dalam masalah besar, jikalau ia berhasil menghancurkan kedua markas kepolisian itu. Jadi, untuk lebih baiknya, kita segera susul Vivi sekarang juga!” usul Elen.
Dan akhirnya mereka bertiga itupun pergi guna menyusul Vivi yang saat ini sedang berangkat menuju ke Selopuro dan Wlingi, untuk menghancurkan markas kepolisian mereka.
Sementara itu, Vivi yang diberi tugas seperti ini oleh Sugeng, hanya bisa meratapi nasibnya yang sudah ditakdirkan sebagai seorang pembunuh. Ketika ia hendak melangkahkan kakinya lebih jauh lagi, Astrid, Lisa, dan Elen itupun akhirnya berhasil menemui Vivi terlebih dahulu, sebelum ia sampai menghancurkan markas kepolisian itu.
“Ketua Vivi, hentikan semua ini!” teriak Astrid memanggil Vivi itu.
“Kalian, kenapa kalian bertiga ada disini? Bukankah kata tuan Sugeng, kalian mendapatkan sebuah misi untuk menjaga gudang opium di Wlingi sana!?” tanya Vivi.
“Tidak, Vi. Sugeng itu bohong padamu. Dia tidak pernah mengutus bawahannya itu untuk menjaga gudang opium itu. Dia cuman kepengen buat menjebak elu saja!” jawab Lisa.
“Benar – benar sialan tuh, Sugeng. Aku selalu setia dan patuh padanya selama dua tahun ini, sehingga mafia yang ia pimpin, mampu mencapai puncak kejayaannya, namun setelah itu, ia malah menghianatiku seperti ini,” kata Vivi geram.
“Lalu, apa yang akan kita lakukan, ketua?” tanya Elen.
“Sebaiknya kita melakukan pemberontakan. Namun untuk saat ini, aku masih memerlukan satu anggota lagi, supaya rencana kita ini bisa berhasil dengan gemilang,” ujar Vivi.
“Siapakah satu anggota itu, ketua!?” tanya Astrid.
“Niken. Gadis yang saat ini, sedang berada dilaboratorium utama milik Sugeng. Kita harus segera menyelamatkannya dari sana, sebelum Sugeng itu mencuci otaknya secara sempurna!” jawab Vivi, yang mulai cemas itu.
“Sekarang, ayo kita berangkat!” ajak Vivi.
“Baik, ketua.” Jawab ketiga anggotanya itu.
Mengetahui kalau Sugeng telah menghianatinya, Vivi beserta ketiga bawahannya itupun langsung menuju ke laboratorium utamanya dikota Blitar. Disana, dia berharap untuk membebaskan Niken, gadis yang saat ini sedang menjadi percobaan ilmiah Sugeng dan para ilmuannya.
Vivi harus berhasil untuk menyelamatkan Niken, jikalau rencananya kepengen berhasil. Namun diapun juga harus memahami kalau memberontak kelompok mafia The Hatred itu merupakan sebuah langkah bunuh diri yang dilakukannya.
“Ini dia, laboratorium utama milik Sugeng,” ujar Astrid.
Perasaan tatkala melihat laboratorium itu, membuat Vivi kembali bernostalgia mengenai dirinya dua tahun lalu, saat ia dijadikan sebagai kelinci percobaan dilaboratorium ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar