Hi, kenalin. Namaku adalah Chelsea
Oktavia, kayak club sepak bola dari Inggris aja ya, Chelsea. Aku merupakan anak
baru disekolah SMAN 2 Merdeka – Jakarta Timur. Karena gue merupakan siswi yang
menarik dan mempunyai pesona, jadi nggak sulit buatku untuk mendapat teman –
teman baru disana. Disana gue dipanggil Cece, entah apa maksut dari panggilan
itu. Tapi it’s okay to have a calling name.
“ Hi , Cece! “ sapa Anita kepadaku.
“ Hi, juga. “ jawabku.
“ Ada apa, Nit? ko’ lo natap gue serius
gitu? “ tanyaku penasaran.
Mendengar pertanyaanku itu, Anita
hanya menghela nafas dalam – dalam, dan berkata. “ Ce, gue lagi berantem nih sama
Niken. Bisakah lo bantu gue? “ Mendengar perkataan Anita tadi, sontak gue
langsung kaget. Pasalnya Anita , gue , dan Niken itu adalah the best friends
forever. “ Ko’ bisa sih, Nit. Memangnya ada masalah apa lo dengannya? “ tanyaku
meminta penjelasan yang lebih rinci ke Anita. “ Gue kemaren malam, nggak
sengaja menyobek foto Rio, pacarnya Niken. Sebenarnya sih gue dah ngejelasin
kalau gue nggak sengaja, tapi dia keburu marah dan akhirnya gue diusir deh dari
rumahnya. “ jawab Anita menjelaskan kronologinya semalam. Akupun cuman bisa
menggeleng – gelengkan kepala mendengar penjelasan dari Anita tadi. Eh, tak disangka
– sangka, waktu itu Niken datang ke kelas dan langsung ngomong. “ Ce, jangan
percaya omongannya. Dia itu nggak bisa dipercaya! “ kata Niken. “ Niken?
“ucapku sembari menoleh kearahnya. “ Ce, sekarang lo harus milih. Mau temenan
sama gue atau pembohong kelas teri itu? “ Tanya Niken memberikan pilihan yang
sulit ke gue. Setelah lima menit berfikir, gue nggak bisa memutuskan harus
berteman dengan siapa. Karena keduanya merupakan teman terbaikku. “ Maaf, Ken.
Aku maunya kalau gue tetap sahabatan sama kalian berdua. Gue nggak milih salah
satu diantara kalian. Karena kita bertiga ini adalah The Best Friend Forever. “
Mendengar tanggapanku itu, Niken malah semakin marah ke gue. “ Oh, jadi ini
keputusanmu. Okey, sekarang gue nggak kan mau temenan lagi sama lo, Ce!”. Tak
lama kemudian Niken itu duduk dan nggak mengatakan satu katapun.
Keesokan harinya, seperti biasa gue
datang kesekolah paling awal. Sementara yang lainnya belum ada yang datang
kesekolah, terkecuali para anggota OSIS yang sebentar lagi akan Reorganisasi.
Disaat itu, datanglah Edi, kakak kelas gue.
“ Lho, Ce. Lo dah datang kesekolah
pagi – pagi gini? “ Tanya Edi.
“ Udah donk. Gue gitu loh! “ jawabku
serentak.
“
Oh ya, Ce. Nanti lo bisa kan ngantar gue ke taman nanti sore? “
“
Memangnya kenapa loh? “
“
Ada deh. Rahasia! “
Edi
adalah siswa yang menarik hati. Sebenarnya gue itu dah suka ma dia ketika gue
pertama lihat dia sewaktu gue masuk sekolah sini. Tapi, entahlah. Apa dia suka
padaku atau nggak.
Setengah
jam kemudian, kelasku ini sudah dipenuhi oleh siswa – siswi yang datang.
Termasuk Anita dan Niken, yang dalam keadaan perang dingin.
“
Hi, Ce! “ sapa Anita yang terlihat murung itu.
“
Ada apa, Nit. Ko’ lo jadi murung begini? “ tanyaku .
“
Kemaren, Yudi mutusin gue, Ce. Gue nggak tau apa alasannya kenapa dia mutusin
gue, padahal hubungan kita baik – baik aja ko’. “ jawab Anita murung.
Anita
adalah teman yang paling setia denganku. Dia selalu meminta nasehat maupun
solusi selalu ke gue, sebenarnya sih gue nggak pinter – pinter amat memberikan
nasehat maupun solusi ke orang lain, tapi demi Care nya gue pada teman –
temanku. Ya gimana lagi.
“
Sudah.. Sudah, jangan murung begitu. Kutahu kalau kau akan segera dapat
pengganti yang lebih baik dari Yudi itu! “ kataku memberikan sebuah nasehat
kepada Anita. “ Makasih ya, Ce. Dimanapun saat gue kesusahan, lo selalu datang
bantu gue. “ jawab Anita sembari diselingi senyum. Senangnya melihat Anita
senyum kayak gini, rasanya sudah mengurangi beban hidupku selama ini.
“
Oh ya, Nit. Gue punya rahasia loh! “ kataku membuka topik pembicaraan.
“
Oh ya? Rahasia apa loh? “ tanyanya mulai penasaran.
“
Ada deh.. “ jawabku.
“
Ah, kamu tuh, Ce. Sukanya bikin orang lain penasaran aja . “ gurau Anita.
“
Tadi pagi, Edi ngajak gue ke taman nanti sore. Coba kau bayangkan, betapa
senangnya hati gue sekarang ini. “ kataku mengungkapkan kebahagiaan.
“
Lo serius, Ce? “
“
Iyalah, gue serius. Kalau nggak, mana mungkin gue cerita ke lo, Nit! “
“
Wah, selamat yah. Mudah – mudahan Edi nembak lo nanti di taman! “
“
Aamiien . “
Sementara
itu, orangtuaku hari ini sedang menuju kerumah sakit RSCM . Mereka
mengkonsoltasikan tentang kesehatanku, tapi dokter Sutrisno itu malah
mengatakan hal yang sesungguhnya yang terjadi kepadaku. Sebenarnya gue dah
ngomong ke dokter Sutrisno itu untuk ngrahasiain soal penyakit gue, tapi karena
nggak tega. Ya terpaksa Dokter Sutrisno itu buka – bukaan.
“
Dok, kenapa setiap saat puteriku selalu tiba – tiba pingsan setiap hari? “
Tanya ibu Nisa, ibuku.
“
Iya, dok. Setiap hari sebelum pingsan, dia selalu menampakkan muka yang
mengerikan, seperti muka orang yang akan menghadapi ajal. “ lanjut pak Hadi,
ayahku.
“
Sebenarnya gini loh, pak buk. Puteri kalian itu memiliki penyakit kangker Otak
dan Paru – paru stadium 4. “ jawab Dokter Sutrisno yang sebenarnya nggak tega
mengatakan hal itu.
“
(Kaget) Tapi, kenapa kemaren lusa dokter cuman ngomong kalau puteriku itu cuman
kelelahan? “ Tanya ibuku.
“
Maaf, bu. Ini dikarenakan puteri ibu nggak mau membuat kalian berdua khawatir
kepadanya. “ jawab Dokter Sutrisno.
“
Astaga, kenapa kau sembunyikan semua ini dari ibu, nak? “ ucap ibuku yang
sangat shock itu.
“
Apa ada jalan untuk mengatasi masalah ini, dok? “ Tanya ayahku.
“
Maaf, pak. Ngga ada cara lain selain … selain menunggu kematiannya! “ jawab
Dokter Sutrisno itu berat mengatakannya.
“
Semoga aja ada keajaiban yang mampu menyelamatkannya , pak! “ ujar Dokter
Sutrisno.
“
Aamiien .. “
Sementara
itu, waktu istirahat telah tiba. Dan tentunya kami semua segera keluar dari
kelas dan segera menuju ke kantin. Eh, tak disangka – sangka malah gue digodain
sama Rio juga Yudi.
“
Hi, Ce! “ sapa Rio dan Yudi mesra.
“
Oh, kalian berdua toh. “
“
Memangnya kenapa yah? “ tanyaku.
“
Gak kenapa – napa ko’. Kau free kan malam ini? “ Tanya Yudi tiba – tiba.
“
Ada apa sih mereka berdua ini? Ada apa mereka mengajakku nanti malam. Pasti ada
yang nggak beres nih! “ kata batinku penuh curiga kepada mereka berdua.
“
Maaf, nanti gue ada acara sama Edi. Mungkin pulangnya dah malam, jadi maaf yah,
gue nggak bisa nemenin kalian .. “ jawabku dengan lembut menolak ajakan mereka.
Memang
sih, sebenarnya mereka berdua adalah mantan – mantanku waktu gue masih SMP.
Sebenarnya diantara keduanya nggak ada yang mau kuputusin dulu, tapi daripada
LDR an, ya mendingan gue putusin aja mereka. Selain itu, mereka itu over
protectif amat ketika dulu pacaran. Tak kuat diriku dikekang – kekang begitu,
jadinya sebaiknya gue akhiri aja hubunganku dengan mereka berdua.
Sebenarnya
gue dah tau maksut mereka mengajakku nanti malam, tapi daripada terjebak dalam
permainan cinta mereka berdua, lebih baik gue nolak ajakan mereka tadi dengan
lembut. Sebenarnya kedua sahabatku, Anita dan Niken itu belum tahu kalau pacar
– pacar mereka adalah bekas pacarku. So, jangan beritahu mereka yah!
Eh,
tak disangka – sangka setelah kepergian mantan – mantanku, datanglah idola gue,
si Edi. Melihat kedatangannya, gue tentunya gugup sekali. Apalagi setelah dia
merapihkan rambutnya yang pendek itu. Gue langsung terpana melihatnya. “ Jadi
sedari tadi, lo ada disini yah. Ce? “ tanyanya yang langsung menatap kedua
mataku. “ Eh, i..iya. Sedari tadi gue nongkrong disini, sambil nunggu Nita
kembali dari toilet. “ jawabku berkeringat dingin menatap wajah Edi yang super
duper ganteng itu. “ Anita? “ tanyanya bingung. “ Iya, memangnya kenapa? “
sahut gue langsung. “ Tadi sih, gue ngelihat dia lagi berantem sama Niken
diluar toilet gitu. Sekarang mereka berdua lagi dipanggil sama guru BP. “ kata
Edi terus terang.
Mendengar
cerita Edi itupun gue langsung bergegas menuju kantor BP. Dan ternyata benar,
mereka berdua lagi diintrogasi sama guru yang super galak, Pak Abduh.
“ Mau
jadi apa kalian berdua ini, setiap hari ribut .. ribut .. dan ribut terus!! “
kata Pak Abduh memarahi mereka berdua.
“
Tuh, ini semua karena Anita , pak! “ sahut Niken yang menunjuk Anita lah
dalangnya.
“
Apa lo bilang, Gue? gak salah tuh?! “ Anita yang lagi naik darah itu langsung
menimpali omongan Niken.
“
Sudah jelas kalau kau lah pemicu semua ini ko’. “ kata Niken yang masih saja
ngotot.
“
Kau itu yah, minta dihajar lo!! “ kata Anita yang sudah nggak tahan lagi pengen
mukul Niken itu.
“
Diam!! Pokoknya kalian berdua ini salah. Sekarang sebagai hukuman kalian
berdua, bapak akan hukum kalian berdiri diatas tiang bendera hingga jam pulang!
“ kata Pak Abduh yang benar – benar galaknya minta ampun.
“
B .. baik, pak! “ jawab Anita dan Niken serentak.
Ketika
separoh jalan, gue melihat kedua sahabat baik gue itu lagi dihukum oleh Pak Abduh
berdiri didepan tiang bendera. Gue langsung menghampiri mereka dan memohon ke
Pak Abduh untuk tidak menghukum mereka berdua seperti itu.
Tapi,
Pak Abduh dikarenakan guru BP. Jadinya dia nggak bisa menarik kata – katanya
tadi untuk tidak menghukum mereka berdua. Setelah itu, Pak Abduh kembali
kekantor. Sementara gue mau menemani mereka berdua menjalani hukuman mereka.
Baik gak gue?
“
Ce, sudah kembalilah kekelas! “ kata Anita padaku.
“
Iya, kami nggak tega kalau kau juga ikut – ikutan dihukum kayak kami berdua. “
lanjut Niken.
“
Aku nggak kan membiarkan kalian berdua ini menanggung hukuman ini sendiri.
Karena kita bertiga ini adalah The Best Friend, jadi jikalau ada salah satu
diantara kalian yang terluka, maka anggota yang lain akan ikut merasakan sakit.
“ jawabku.
“
Tapi, Ce.. Kamu adalah satu – satunya orang yang gue gak pengen terluka. Kau
adalah jantung kami, Ce..! “ tegas Niken.
“
Kami berdua takut apabila lo kenapa – napa, Ce! “ kata Anita cemas.
“
Sudahlah, sebaiknya kita jalani saja hukuman ini. Biar cepat selesai! “
jawabku.
“
Makasih, Ce.. Kami berdua berhutang padamu. “ kata Anita dan Niken serentak.
Belum
genap satu jam , mereka bertiga menjalani hukuman. Tiba – tiba tak disangka,
akupun limbung. Untungnya kedua temanku itupun dengan sigap langsung
menolongku.
“
Pak .. pak!! “ teriak Anita cemas.
“
Nit, sebaiknya kau datangi ruang guru sekarang. Biar Cece , gue yang ngrangkul
dia! “ suruh Niken yang juga turut cemas.
“
Baik. “ jawab Anita.
Dan
kemudian Anita itu langsung berlari menuju ruang guru, untuk memberitahu kalau
gue limbung didepan tiang bendera. Dan seketika itu juga, Pak Abduh bersama
guru – guru yang lain segera menuju kehalaman sekolah. Dan ternyata benar,
Chelsea Oktavia pingsan didepan tiang bendera.
Oleh
karena itu, Pak Abduh bersama Edi segera membawa gue ke UKS. Sebenarnya mereka
semua nggak tau menahu mengapa gue bisa pingsan tadi didepan tiang bendera. Setelah
gue sadar, gue langsung ditanyai oleh Edi, Anita, dan Niken. Kenapa gue bisa
pingsan tadi. Padahal kondisi cuacanya lagi mendung, dan nggak panas. “ Ce,
sebenarnya lo kenapa sih tadi. Ko’ bisa pingsan kayak gitu? “ Tanya Edi yang
terlihat khawatir itu. Masih saja gue ngeles soal penyakitku itu. “ Nggak
kenapa – napa ko’. Tadi, gue cuman kecapean paling! “. Disaat itu, datanglah
Anita dan Niken yang dah selesai menjalani hukuman mereka. “ Kau nggak kenapa –
napa kan, Ce? “ Tanya Anita dan Niken sembari meneteskan air mata mereka
dikarenakan kekhawatiran mereka terhadapku. Melihat air mata mereka berdua yang
berjatuhan, gue nggak sanggup untuk mengatakan hal yang sebenarnya. “ Gue nggak
kenapa – napa ko’. Mungkin gue kecapekan setelah lembur ngerjain PR kemaren. “
jawabku seraya diselilingi tawa. “ Bener? lo nggak bohong ke kami, kan? “ Tanya
Anita yang polos itu. “ Nggak. Buat apa sih gue bohong kepada kalian berdua.. “
jawabku santai. “ Maaf, teman – teman. Aku terpaksa menyembunyikan penyakitku
ini kepada kalian. “ kata batinku.
Setelah
20 Menit gue sadar, gue minta Edi dan kedua teman – temanku ini menemaniku
untuk kembali kekelas, guna mengambil tasku dan kemudian segera pulang.
Ternyata mereka bertiga teramat baik, mereka dengan suka rela menemaniku
kembali kekelas.
“
Ce, gimana nanti? Apa lo bisa nemenin gue nanti sore? “ Tanya Edi.
“
Maaf, Di. Hari ini gue nggak bisa, besok saja yah! “ jawabku meminta maaf
karena telah membatalkan ajakannya untuk menemaninya ketaman sore ini.
“
Iya, gak papa ko’. Yang terpenting sekarang, lo bisa sembuh itu aja sudah
membuatku senang. “ kata Edi sembari tersenyum.
“
Makasih, Di ! Atas pengertiannya. “ jawabku.
“
Gak papa juga kale.. “ sahutnya.
Ternyata
ketika itu, Niken dan Anita langsung menimpali gue dengan omongan yang membuat
gue malu dihadapan Edi, sang idola gue.
“
Ehm. Di .. Ciee ada yang perhatian nih! “ ketus Niken meledek gue.
“
(Malu) Apaan sih lo itu, Ken. “ jawabku membalas ledekan Niken tadi.
“
Di.. Edi. Sebenarnya Cece itu suka loh sama lo! “ kata Anita membuka rahasia
gue kepada Edi.
“
(Terkejut) Serius lo ? “ Tanya Edi serentak.
“
Iya, cuman Cece nya aja yang malu mengakuinya .. “ jawab Anita.
“
(Malu) Apaan sih lo itu, Nit.. Kasihan tuh Edi! “ jawabku seraya diselilingi
senyuman.
“
Hahaha.. Cece suka ma gue?? Gak mungkin juga kale. “ ketus Edi yang berjalan
lebih dulu.
“
Jadi, lo nggak suka yah sama gue, Di? “ batin gue merasa down setelah mendengar
jawaban dari Edi tadi.
Dan
akhirnya gue dianterin sampai depan rumah gue. Benar – benar senang hari ini
gue bisa jalan – jalan sama teman – teman gue, ditambah si Edi. Hatiku berbunga
– bunga rasanya. “ Thank, ya guys! “ ucapku sembari mengarahkan senyumanku ke
mereka semua. Tak tahu kenapa Edi waktu itu memalingkan muka dari gue. “
(gugup) I .. iya, ko’. Sama – sama. “ jawab Edi. Melihat tingkah Edi, kedua
sahabat terbaikku itupun langsung menimpali. “ Ciee, beneran nih kalau lo
memang suka ma Cece! “ ledek Niken. “ So Sweet ..! “ lanjut Anita menimpali. “
Ih, apaan sih kalian berdua ini .. “ kataku dan Edi serentak. “ Ciee, bahkan
jawabnya bebarengan lagi. Memang kalian berdua ini cocok kalau jadi pasangan
pacar, bahkan kalau perlu sampai menikah! “ kata Niken merayu.
Dan
disaat itu, terdengar suara dari dalam rumah. “ Chelsea.. Masuk!! “ suruh ibuku
dari dalam rumah dengan sedikit berteriak. “ Iya, bu. Sebentar lagi! “ jawabku.
“ Ibu kasih waktu kamu tujuh menit! “ kata ibuku dari dalam rumah. “ Iya, bu ..
“ jawabku. “ Ayo, teman – teman. Mampir dulu, mumpung masih sore! “ ajakku
supaya ketiga sahabatku itu mau mampir kerumahku. “ Lain kali aja, Ce. Lagipula
kami juga harus pulang. Takutnya nanti kena marah sama orangtua kami .. “ jawab
Edi.
“
Ya udah. Kami pamit dulu yah, Ce .. “ kata Anita dan Niken serentak. “ Lain
kali datang yah! “ pintaku sembari melambai – lambai kepergian mereka. “ Ya,
tentu saja .. “ jawab Edi.
Setelah
itu gue masuk kedalam rumah. Setelah ganti baju, makan, dan bersih – bersih.
Ayahku mengajakku untuk ngobrol. Padahal gue lagi bermain sama Doni dan Evi,
kedua adik kembar gue yang sudah berusia 13 tahun, dan bersekolah di SMPN 1
Merdeka, 15 meter dari sekolahku.
“
Ce, ayah kepengen ngomong sesuatu ke kamu! “ kata ayahku lemah lembut.
“
Apa, Yah? “ tanyaku penasaran.
“
Bapak dan Ibu tadi mengadakan cross check ke rumah sakit yang kau datangi lima
hari lalu. Dan dokter Sutrisno mengatakan kalau kau mengidap penyakit kangker
Otak dan Paru – Paru stadium 4. Apa itu benar, nak? “ Tanya ayahku langsung
ketopik permasalahan.
“
(Sedikit takut mengatakannya) I .. iya, Yah! Memang aku mengidap penyakit itu
semenjak gue lulus SMP dulu! “ jawabku terus terang.
Mendengar
penjelasan gue itu, langsung membuat ibuku tersayang jatuh pingsan. Mungkin
karena batinnya belum siap mendengar penjelasanku tadi kali. Disaat itu pula,
ayahku manggil kedua adikku itu membawa ibu masuk kedalam kamar.
“
Don .. Vi, kemarilah sebentar, nak! “ panggil ayahku cepat.
“
Ada apa , Yah? “ Tanya Doni.
“
Astaga, ibu .. “ ucap Evi.
“
Cepat kalian berdua bawa ibu masuk kedalam kamar, dan jagalah dia. Jangan
sampai dia keluar dulu! “ suruh ayahku.
“
Baik, Yah! “ jawab kedua adikku itu menurut.
Dan
akhirnya ibuku yang tercinta itu diantar ke kamar oleh kedua adikku yang
tersayang. Senang sekali gue bisa memiliki adik – adik super duper baik seperti
mereka berdua. Aku harap adikku yang ketiga ketika lahir juga seperti mereka.
Aamiien.
“
Kenapa lo sembunyikan penyakit lo ke ayah dan ibu, Chel? “ Tanya ayahku yang
terlihat prihatin itu.
“
Maaf ayah. Aku cuman nggak kepengen kalau kalian berdua khawatir karena aku.
Aku sudah mutusin ko’, sebelum gue tiada nantinya, gue bakal membuat kalian bangga
terhadapku dulu. Aku janji! “ jawabku yang sedikit meneteskan air mata.
“
(Menangis) Nggak, nak .. nggak! Kematianmu nanti malah membuat ayah sedih.
Sudah sewajarnya jikalau ayah itu mati terlebih dahulu didalam sebuah keluarga,
nak. Jadi ayah dan ibu akan melakukan apa saja demi kesembuhanmu itu .. “ kata
ayahku yang mampu membuatku terenyuh.
“
Tapi, Yah .. Itu semua sudah terlambat! “ jawabku yang mulai menangis itu.
“
Nggak ada didunia ini yang mustakhil, nak. Tuhan itu ada. Jadi selama Tuhan dan
harapan itu masih ada, nggak ada yang mustakhil didunia ini .. “ tegas ayahku
sembari menepukkan tangannya ke bahuku.
“
Terima kasih, Yah. Atas dukungannya! “ jawabku yang masih menangis itu.
“
Sini, nak. Peluk ayah ..! “ suruh ayahku.
Dan
langsung deh, gue meluk ayahku. Ketika memeluk ayah, perasaan damai dan tenang
kembali muncul dalam batin gue. Sungguh ayahku adalah Superman buat gue, dengan
hanya pelukannya saja, sudah mampu menghapuskan segala dukaku selama ini. Thank
you, Dad!
Malam
harinya, gue nggak bisa tidur karena gue terus – terusan kepikiran soal ayah
dan ibu ketika gue nggak ada nantinya. “ (Sebel) Eeeh, kenapa sih gue tetap
terbayang soal itu, dan itu terus..? “ kataku yang masih berbaring di spring
bed empuk gue. “ Udah ah, kalau gue nggak bisa tidur, sebaiknya gue buka buku
aja. Mungkin dengan gitu, gue bisa tidur! “ lanjut gue.
Setelah
itu, gue langsung membaca sebuah buku yang berjudul ‘Jodohku diatas Surga’
karya Umam. Disana, gue mendapati sebuah kata – kata yang menyentuh hati gue.
Yang diucapkan oleh Ayu kepada Handy tentang penyakitnya, “ Ketika bunga mawar
sudah kehilangan sinar atau pesonanya, maka tiada satupun yang menghiraukan
bunga mawar tersebut. Jikalau aku mati, apakah kau akan menganggapku sama
seperti bunga mawar tersebut? “ pertanyaan tokoh Ayu dalam novel tersebut.
Mendengar pertanyaan Ayu yang mengejutkan tersebut, Handy langsung menjawab, “
Aku akan tetap menganggapmu sebagai Ayu, yang merupakan pacar gue, kekasih gue,
dan tiada seorangpun yang bisa nggantiin lo dihati gue. Walaupun gue terus
berdoa dan berusaha supaya lo bisa sembuh dari penyakitmu itu. “ jawab Handy.
Sesaat
setelah membaca kutipan novel tersebut, gue nggak tau mengapa, tiba – tiba gue
meneteskan air mata. Gue nggak tahan menahan kisah haru dari novel tersebut.
Hingga tak lama kemudian, gue tertidur.
“
(Menangis) Cece..!!! “ teriak Edi di makamku.
“
(Menangis) Cece, kenapa lo tinggalin kami berdua secepat ini, Ce?! “ sambung
Anita dan Niken.
“
(Menangis) Kak, kakak..! “ kedua adik – adikku meratapi makamku.
“
Apa.. apa itu adalah makamku nantinya?? “ batinku.
“
Mereka.. mereka semua menangis ke gue!? “ batinku terus bertanya – Tanya.
Dan
disaat itu, gue langsung dibangunkan oleh ayah gue untuk segera mandi dan
berangkat ke sekolah. Tapi, entah kenapa hari ini gue nggak bersemangat
menjalankan aktivitas – aktivitas gue.
Setelah
berpamitan kepada orangtua dan adik – adikku, gue langsung aja berangkat ke
sekolah. Sesampainya di gerbang sekolah, gue langsung dicegat sama Vivi, gadis
yang sok kecentilan. Apalagi sama Edi, idola gue, dia itu sudah sok cantik dan
perhatian didepannya. Ya, walaupun gue tahu, kalau si Edi itu selalu ngelirik
gue bukan dia. Iya kan?
“
Heh, gadis sotoy! “ panggil Vivi ke gue.
“
Ada apa ya? “ tanyaku memaniskan omongan gue.
“
Udah deh, jangan kebanyakan gaya. Denger – denger lo selama beberapa hari ini,
mencoba nyari perhatiannya Edi, ya? “
“ Apa?
Bisakah lo ngomong sekali lagi, kayaknya gue nggak denger deh omongan semut lo!
“
“
Apa lo bilang?? Lo ngajak berantem ye!? “ kata Vivi yang tersulut amarah itu.
“
Gue nggak punya urusan tuh sama cewek yang sok cengir kayak lo. Maaf ya, gue
nggak pernah tuh nyari perhatiannya Edi, cuman dia aja yang selalu mencoba
deketin gue. “ jawab gue halus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar