Gadis Rubah Putih

Gadis Rubah Putih
Nightmare
1.    Siluman Rubah Putih

Avara, September 883 X, ...

Hari ini adalah sebuah hari yang spesial buatku. Hari dimana aku bisa bertemu dengan dia, pujaan hatiku. Hari yang dimulai tatkala gue baru pindah ke sekolah baru ini. SMA Asharmnoor 2, Avara.
Meskipun gue merupakan makhluk yang berbeda darinya, namun hingga saat ini dia masih mau berteman denganku. Itulah hal yang bisa membuatku semakin bahagia.
Sambil menuliskan sesuatu di diarinya, gadis yang teramat manis itu pun langsung segera menulis keseluruhan pengalaman indah yang ia dapat dari pemuda itu. “Dear diary, hari ini gue seneng banget. Karena hari ini gue bisa bertemu dengan dia, pria pujaan hatiku. Entah mengapa gue bisa tergila-gila dengannya, padahal kami berdua baru saja bertemu.” “Kutahu kalau diriku ini berbeda darinya, namun meskipun kami berdua berbeda, dia masih senang bergaul dan bercanda denganku.”
Pintu dibelakang itupun terbuka, ibuku datang ke kamarku saat diriku sedang asyiknya menulis di buku diary-ku.
“Rieda, gimana harimu hari ini, nak?” tanya ibuku sambil mengelus rambutku yang sebahu itu.
“Happy, ma..! Rieda happy banget dengan hari pertama Rieda bersekolah di SMA Asharmnoor.” jawabku yang masih menuliskan pengalaman pribadiku di dalam buku harian.
Sambil beranjak dari ranjang tidurku dan menciumku, ibuku langsung berlalu, “Rieda, jangan tidur malam-malam! Karena dirimu baru saja mendapatkan raga barumu itu.” sambil menoleh, aku menjawab, “Iya, ma..” ketika ibuku hendak menutup pintu, diapun bertanya sesuatu padaku, “Sekarang kau ingin dipanggil apa setelah kau merasuk keraga barumu itu, Rieda? Mama dan papa bingung ingin memanggilmu apa?!” aku langsung tersenyum melihat ibuku yang terlihat bingung itu. “Panggil saja aku Niken, ma! Karena raga baru yang kupakai sekarang ini adalah tubuh Niken.” Ibuku sedikit tersenyum mendengarnya, “Iya, nama itu memang cukup bagus di telinga ibu. Yaudah, mama tidur dulu..!”
Aku langsung menuliskan bait-bait terakhir di dalam diary-ku. “Aku pastikan kalau dia akan menjadi milikku untuk selama-lamanya!” Niken langsung menutup buku diarinya dan segera menutup jendela kamarnya yang masih terbuka kemudian tidur.
Saat tertidur, Niken itu pun bermimpi buruk. Dalam mimpinya itu, dia melihat sebuah pemandangan yang tidak enak sama sekali. Pemandangan berdarah yang terjadi kepada seluruh keluarga dan keturunannya. “Tidak.. jangan.. jangan..!!” Niken masih ngigau dalam tidurnya. Keringat dinginnya mulai bercucuran, membasahi tubuhnya dan juga ranjang tidurnya.
Keesokan paginya, Niken bangun dengan perasaan yang kurang enak. Dia murung dan pucat pasi pagi itu, sehingga mamanya ikut prihatin dengan kondisinya saat ini.
“Ken..!” panggil mamanya dengan nada rendah.
“.......” Niken masih melongo, memandangi mamanya.
“Ken..!” panggil mamanya lagi, namun kali ini Niken itu pun tersadar dari lamunannya. “<terkejut>Eh, mama. Ada apa?” tanya Niken. “Ken, mama lihat setelah kau bangun tadi pagi, kok dirimu nggak bersemangat sama sekali. Memangnya ada apa? Cerita dong sama mama!” jawab mamanya, sambil mengelus rambut puterinya itu. Niken hanya tersenyum tipis, “Nggak kenapa-napa kok, Ma. Niken cuman habis mimpi buruk semalem!”
“<tersenyum>Ya udah. Ayo kita turun ke ruang makan. Mama sudah masakin masakan yang paling kau sukai di bawah.” kata mamanya.
“Benarkah..? yaiiii...! ayo, ma!” Niken langsung mengajak mamanya untuk segera mengantar dia menuju ke ruang makan.
Sesampainya diruang makan, nafsu makan Niken langsung pudar ketika ia mendapati yang ada di atas meja makan adalah daging rusa lagi. “Yahh.. kok makanan ini lagi sih, ma. Niken kan bosen?” gerutu Niken, membuat mamanya sedikit curiga. “Memangnya kenapa, puteriku? Inikan makanan kesukaan kamu dulu?” tanya mamanya. “Iya, Niken ngerti. Tapi Niken kepengen makan makanan selain daging rusa hari ini.” keimutan raut muka Niken saat ngambek, membuat hati bu Sandra itu luluh. Dia pun menanyakan padanya, “Lalu, puteri kesayangan ibu mau makan apa pagi ini, hmm?” sambil berkerut dahi, dan menatap 90o dari ibunya, Niken itu menjawab, “Niken pagi hari ini kepengen makan sayur ma. Sama seperti manusia-manusia yang lainnya..”
Bu Sarah langsung terdiam terpaku mendengar jawaban dari Niken tadi. Dia tak menduga kalau setelah puterinya itu merasuki raga Niken, kebiasaan dan perilakunya semakin aneh. Dalam kepakuan itu, bu Sarah itupun langsung menjatuhkan sendok makannya. “<terpaku>Apa..? apa yang kau bilang barusan, he?” melihat ibunya menjatuhkan sendok makannya, membuat Niken itu curiga. “<curiga>Ada apa sih, ma? Mengapa mama menjatuhkan sendok makan mama sendiri?” tersadar dari lamunannya itu, ibunya menjawab, “Oh.. tidak ada apa-apa kok.”
Pada akhirnya Niken itu hanya memakan sepiring nasi, ditambah dengan lauk pauk masakan Mak Ijah, istrinya Pak Joko. Dan kemudian Niken itu berangkat ke sekolah dengan diantar oleh Pak Joko sendiri.
Sesampainya di depan gerbang sekolah, sudah banyak siswa yang menanti kedatangannya. Niken disana bagaikan seorang puteri yang disambut baik oleh para penduduknya.
“Halo.. ken!” sapa para siswa yang sudah menunggu lama akan kedatangan Niken.
“Hai juga.” balas Niken simple.
Diantara para siswa-siswa itu, ada tiga pria yang sangat tertarik padanya. Mereka adalah; Rado, Dodi, dan Alex. Mereka sudah menyukai Niken semenjak dua tahun lalu, saat Niken masih SMP.
“Hi, Niken. Kau cantik sama seperti biasanya.” puji Rado sambil mencoba mendekat.
“<menatap sinis>Huh, mereka lagi? Aku sudah bosan selalu dikejar-kejar sama mereka terus.” kata Niken dalam hati sambil menunjukkan muka cemberut. Alex tiba-tiba langsung muncul dari belakang Niken dan langsung merangkulnya, “Kau semakin hari, semakin cantik aja, Ken? Gimana kalau malam ini kita berdua dating direstoran yang terkenal disekitar sini?” Niken sudah merasa jengkel dengan mereka, dan tanpa mereka sadari, Niken langsung memukul muka mereka bertiga. Punch.. punch! “Aku tidak suka dirayu oleh kalian, sampai seperti itu tahu?” jawab Niken terus terang.
Niken langsung cabut dari sana, dan segera pergi kesuatu tempat, yang mana dia merasa tenang bila berada di tempat itu. Disanalah, Niken bisa menenangkan pikiran setelah dirayu oleh ketiga playboy kampungan itu.
“<cemberut>Huft. Mereka itu yah? Nggak bosan-bosannya deketin gue terus. Emangnya mereka bertiga ini tidak punya kerjaan lain apa?” bawel Niken sambil terduduk diatas pohon yang rindang.
Tak disangka-sangka, ...
“Tentu saja kalau mereka terus mendekatimu, Niken. Karena dirimu ini memang benar-benar cantik dan polos.” kata seorang pemuda yang tiba-tiba terlihat duduk disampingnya itu. Pandangan Niken langsung teralih kepada pemuda itu. Dia hanya bisa termangu melihat pemuda itu yang sudah duduk disampingnya. “Gimana harimu ini, Niken? Apakah hari ini adalah hari keberuntunganmu?” tanyanya sambil memancarkan senyuman indah. Muka Niken memerah saat itu, jantungnya berdetup kencang dan hatinya itupun berkata, “Ini dia pangeran idamanku. Bahagianya diriku bisa duduk bersamanya seperti ini.”
Muka Niken semakin memerah tatkala pemuda yang bernama Umam itu merangkulnya. “Ken, malam ini kita nonton film dirumahku yuk!” Niken terdiam cukup lama, “<salting>MmMm.. mMaaf. Akku.. aku tidak berniat untuk menolakk ajakanmu itu. Tapi, maafkan aku....!” Niken langsung turun dari pohon dan langsung bergegas lari. Entah kemana ia akan pergi.
“<tersenyum>Niken... gadis yang lucu!” 
Teng... tenggg... tenggggg...
Suara bel masukpun akhirnya berbunyi. Para siswa itupun langsung bergegas masuk kedalam kelasnya masing-masing. Tapi, tidak untuk Niken. Dia masih berada diluar kelas, karena dia masih gemetaran tadi. “<gemetar>Anehh.. benar-benar aneh. Mengapa diriku bisa gemetar dan muka ku memerah gini saat dia tadi menyentuhku?” kata hatinya. Hatinya itupun terus berbisik, untuk terus berada disamping pemuda bernama Umam itu. Namun, secara fisik Niken nggak sanggup. Karena begitu melihatnya saja, jantungnya sudah berdebar-debar. “Sebaiknya aku segera masuk ke sekolah, daripada dimarahin lagi sama guru BP!” katanya.
Setelah tenang, Niken itu memutuskan untuk segera kembali ke kelas. Dia tidak mau kalau dia kena marah lagi sama Pak Bus, guru yang paling dia favoritkan itu.
“Ken, darimana saja kau?” tanya pak Bus, yang sepertinya sudah berada dikelas.
“Maaf, pak. Tadi saya habis dari toilet.” jawab Niken sambil menundukkan kepalanya. Pak Bus yang mengetahui gelagak Niken itu, hanya bisa menghela napas dalam-dalam, dan diapun segera mempersilahkan Niken buat duduk kembali. Tapi dengan sebuah syarat. “Baiklah, kau boleh duduk sekarang, Ken. Namun bapak peringatkan untuk tidak mengulangi hal ini lagi. Karena sebentar lagi, ulangan tengah semester akan dilaksanakan.” kata Pak Bus mengingatkan. Niken masih belum berani menaikkan kepalanya, “Baik, pak!”
Niken langsung duduk ditempat duduknya. Namun, Niken masih belum berani untuk mengangkat kepalanya, dan menatap Pak Bus. “Aku.. aku takut.” Disaat itu, dari samping, Susi langsung menepuk pundak Niken dan bertanya, “Ada apa, Ken? Mengapa kau menundukkan kepalamu seperti itu? Sepertinya tidak sepertimu kalau kau melakukan hal ini?” Susi merupakan salah satu teman baik yang Niken miliki, dan juga Eka. Mereka berteman sudah semenjak mereka bertiga SD.
“<menundukkan kepala>Aku takut, Sus. Aku takut kena marah sama Pak Bus tadi.” kata Niken yang terlihat mendung itu. Susi hanya melongo mendengar ucapan dari Niken tadi, “Mhm.. kalau menurutku sih, kau nggak perlu parno seperti itu, Ken. Pak Bus itu memarahimu tadi karena ia begitu perduli dan sayang padamu!” jawab Susi. “Tapi, sus...?” sahut Niken yang masih belum berani menatap Susi. Susi langsung mengangkat kepala Niken keatas, dan berkata, “Kau harus selalu bisa memikirkan hal yang positifnya, Ken. Semua siswa, guru, dan orang-orang disini sangat menyayangi kamu. Jadi lo nggak perlu untuk takut maupun cemas ke mereka.”
Susi merupakan teman terbaik Niken. Susi selalu memberikan good advice kepada Niken. Oleh karena itulah, setiap hari dan disetiap saat, Niken sangat memerlukan keberadaan Susi. “Thank, Sus. Aku jadi bersemangat lagi. Ini semua berkat dirimu!” kata Niken yang akhirnya sudah berani menatap mata Susi. Sambil tersenyum, Susi itupun menjawab, “Ya. Kita berdua ini kan the best friend forever. Jadi, kita akan jadi payung, yang setiap hari selalu meneduhi kita semua.” Umam hanya melihat dari bangkunya, dan tersenyum. “Niken, jadi itu yah rahasiamu. Kenapa dirimu selalu ceria seperti ini?” batin Umam. “Yaitu, ikatan persahabatan yang begitu erat.”

2.    Menghadiri Pesta Ratu

Sepulangnya Niken dari sekolah, dia memutuskan untuk langsung pulang. Namun ditengah jalan, dia dicegat oleh Umam. Dia kepengen nganterin Niken pulang siang itu. Namun tetap aja Niken itu menolak.
“Ken..!” sapa Umam dari kejauhan.
“<terkejut>Hah? Dia pastii.. dia pasti pangeran idamanku itu. Ap..apa mau nya hari ini? Appa.. apa dia akan..?” batin Niken yang sudah bergejolak itu. Sehingga membuat mukanya memerah lagi.
“Ken, mau kuantar pulang? Aku lagi butuh temen nih!” kata Umam yang menatap muka Niken dengan tatapan yang dingin. “Ya, t-tentu aja. B-boleh kok.” jawab Niken, yang sudah berdebar-debar itu. Umam yang melihat gelagak Niken itupun bertanya, “Kau kenapa, Ken? Kenapa kau menundukkan muka mu seperti itu?” tanyanya halus. “T-tidak. Aku.. aku tidak kenapa-napa kok.” Umam semakin curiga dengan gelagak Niken selama ini. “Ken, kau itu... memang siswi yang aneh!” katanya tiba-tiba.
Niken muram mendengar Umam mengatakan hal itu. Dia terdiam cukup lama, “Waa... aku... aku siswi yang aneh?!” batinnya terus meneriakkan kata-kata yang diucapkan oleh Umam. Umam tersenyum geli melihat tingkah Niken saat itu, “<tertawa geli>Haha.. kau memang benar-benar lucu saat kau muram seperti itu, Ken?” Niken yang mendengar ucapan Umam barusan, langsung bertanya lagi, “Apa barusan? Apa yang kau katakan barusan?” Umam memalingkan muka dari Niken, seraya tidak berani menatap muka Niken yang sudah begitu dekat itu, “<salting>Ehh.. enggak penting kok!” jawabnya. “<merayu>Tapi itu pasti penting buat Niken!” Niken terus memaksa dan merayu Umam. “Sudah ah, kau mau kuantar pulang atau enggak?” Umam langsung mengalihkan pembicaraan mereka. “Baik. Tapi lain kali, cerita yah!” jawab Niken sambil tersenyum manis kearah Umam. “Yyoi.”
Niken akhirnya pulang dengan diantar oleh Umam, pemuda yang menjadi idamannya semenjak dia masuk ke sekolah itu. Dari belakang mereka muncullah seorang siswi cantik. Dia adalah Puput Yulan. Mantan teman dari Niken.
“<cemburu>Niken lagi.. kenapa sih dia selalu mendapat perhatian dari Umam? Apa kurangnya gue coba, jikalau dibandingkan dengan siswi polos itu?!” kata puput kesal.
“Emang sih, kalau kita berdua berasal dari golongan yang sama. Golongan rubah putih. Namun, aku tidak bisa membiarkan dia untuk merebut Umam dariku. TIDAK AKAN PERNAH..!!”
“Niken, apa kau lupa, kalau dirimulah yang telah membuatku jadi seekor siluman rubah, he? Aku akan membalas soal ini.”
Puput itupun langsung berubah menjadi seekor rubah putih, dan kemudian menghilang. Sementara itu, Niken yang dibonceng Umam itu merasakan sebuah aura aneh yang muncul. Dia menduga kalau ada sesosok siluman disekelilingnya. “<terkejut>Hah? Aku merasakan ada sesosok siluman yang tengah mengintai kami. Kurasa siluman itu mempunyai kekuatan yang lumayan.” batin Niken sambil melirik ke kanan dan ke kiri. “<tersenyum tipis>Tapi ia tidak tahu siapa yang akan ia lawan? Hmp, aku!”
Melihat Niken tersenyum tipis seperti itu, membuat Umam curiga. Dia merasa kalau Niken sedang tersenyum mengenai sesuatu. Oleh karena itu, diapun berani bertanya, “Ada apa, Ken? Mengapa kau tersenyum seperti itu? Emang apa ada yang lucu yah!?” omongan Umam langsung membuat Niken tersadar dari lamunannya itu, “<grogi>Eh..? enggak-enggak kok. Aku cuman tertawa melihat Susi tadi pagi.” jawab Niken yang mencoba untuk bersikap biasa-biasa aja.
Sementara itu, Susi yang berada dirumah, langsung bersin-bersin. “Huch.. huch. Aduuh, sebenarnya gue ini kenapa sih? Pastinya ada seseorang yang lagi ngomongin soal gue nih!” kata Susi bawel.
Kembali lagi ke Niken. Sesampainya ia di depan rumah dengan diantar oleh Umam, membuat Niken bahagia. Dia tidak menyangka kalau ia akan diantar oleh seorang pemuda yang sangat dia idam-idamkan.
“<takjub>Jadi.. jadi ini adalah rumahmu, Ken?” tanya Umam sambil melongo melihat rumah Niken yang begitu besar itu.
“<childlish>Iya. Rumah Niken besar sekali, kan? Mau masuk dulu?” jawab Niken yang juga mengajak Umam untuk masuk kerumahnya.
Dari jendela rumah, terlihat Bu Sarah, mamanya Niken itu mengintip mereka berdua yang lagi asyik berduaan. Bu Sarah merasa curiga dan penasaran dengan pria yang mengantar puterinya itu. Namun, dia tidak bisa mendekat, karena nggak enak sama Niken. “Siapa pria yang diajak oleh Niken itu? Apa dia sudah mulai menyukai manusia?” tanya Bu Sarah yang masih tetap mengawasi mereka berdua. “Kalau ratu Vivi dan ayahnya sampai tahu kalau Niken sudah mulai menyukai seorang manusia, maka akan terjadi sesuatu yang teramat gawat.” Imbuhnya.
Kemudian, dari tubuh Umam itupun memancar aura kegelapan yang teramat kuat. Namun hanya bu Sarahlah yang bisa melihat aura kuat itu. Aura pekat itu langsung beranjak menuju bu Sarah dan menyerangnya.
“<kaget>Aura hitam pekat macam apa itu?!” Bu Sarah langsung terkejut dan berusaha untuk menghindar.
Blezzz...! Dummn..! (suara yang teramat pelan)
Dengan kekuatan yang dimiliki oleh bu Sarah, diapun bisa menghindari serangan itu. Namun, pepohonan yang berada dibelakang rumah langsung berubah jadi gelap dan mati. “<ketakutan>Astaga. P-pohon... pohonnya mati seketika! Kekuatan macam apa ini? Aku b-belum pernah melihat kekuatan yang begitu besar ini!?” Bu Sarah langsung berkeringat dingin melihat pepohonan yang berada di belakang rumahnya langsung menghitam dan kemudian mati. “<berkeringat dingin>N-Niken dalam masalah besar!”
Tiba-tiba, bu Sarah itu jatuh pingsan. Sepertinya dia benar-benar shock melihat kejadian yang terjadi saat itu. Melihat kalau aura kegelapan yang teramat pekat menyerangnya tadi. Bangun-bangun, Niken sudah berada disampingnya.
“Ma.. mama nggak kenapa-napa, kan?” tanya Niken yang khawatir melihat ibunya tergeletak pingsan tadi.
“<masih sedikit ketakutan>E-nggak. Ken, mama kepengen bertanya soal sesuatu padamu. Siapakah pria yang mengantarmu tadi?” Bu Sarah balik bertanya. Tangannya masih terlihat gemetar karena takut.
“Oh, pemuda itu yah? Dia itu teman baik Niken, namanya adalah Umam. Ganteng, kan?” jawab Niken sambil menunjukkan mukanya yang imut.
Tiba-tiba, bu Sarah langsung mengatakan sesuatu yang membuat Niken marah, “Niken, janganlah kau bergaul dengan pemuda itu lagi. Dia tidak baik untukmu!” kata bu Sarah yang melarang pertemanan mereka. Niken yang mendengarnya, cuman melongo, “Apa, ma? Niken nggak boleh berteman dengannya?! Kenapa.. kenapa, ma!?” bu Sarah hanya bisa mengatakan satu hal, “Karena, mama tidak suka kau mempunyai hubungan dekat dengan bangsa manusia. Karena kodrat kita dengan mereka berbeda.” Niken masih terdiam, “Niken, jikalau ratu Vivi ataupun ayahmu tahu kalau kau sudah menyukai seorang manusia, maka kita bakal dapat masalah besar. Jadi, sebaiknya kau jauhi pemuda itu!” imbuhnya.
Dengan nada geram, Niken itupun menolak, “Nggak, ma. Niken nggak mau membuang rasa suka dan cinta ini kepadanya. Karena inilah pertama kalinya, Niken mempunyai perasaan yang teramat indah ini.” Mendengar bentakan dari Niken, membuat emosi dari bu Sarah itupun memuncak, “<marah>Jangan bodoh kau, Ken! Kau itu sudah ditipu dengan yang namanya perasaan.” Karena mereka saling membentak, tak disadari, bu Sarah itupun langsung nampar pipi Niken dua kali. “<menangis>Mama jahat.. jahat.. JAHAT!!!” Niken langsung berlari menuju ke kamarnya. “<menyadari>Astaga. Apa yang telah aku lakukan. Kenapa aku sampai sekeras itu padanya tadi?!”
Hati Niken langsung sakit melihat kalau ibunya sendiri tega untuk menamparnya. Niken yang berada di kamar tak henti-hentinya menangis. “<menangis>Mama jahat.. mengapa dia sampai nampar pipi Niken? Hanya karena Niken mulai menyukai seorang manusia. Bukankah, ratu Vivi itu juga sama dengan Niken. Dia juga pernah menyukai seorang manusia.” “Ini semua nggak adil. Kenapa gue harus terlahir sebagai seekor siluman rubah putih. Kenapa..?!”
Sementara Niken masih mengurung diri di kamar, bu Sarah itupun menyadari kalau yang dilakukannya salah. “Astaga, kenapa aku harus sampai nampar Niken seperti itu? Maafkan, mama, Ken!” kata mamanya dari luar kamar Niken. “Niken benci mama. Benci!!” jawaban Niken dari dalam kamar. Tak lama kemudian, terdengar suara ketokan pintu. Ternyata ayah Niken yang bernama Pak Edi baru saja pulang dari kerajaan.
“Papa..? kenapa papa pulang secepat ini?” tanya bu Sarah yang terkejut melihat suaminya itu pulang. Padahal seharusnya dia pulang sebulan lagi.
“<letih>Bicaranya nanti saja. Sekarang, aku haus. Siapkan hidangan hari ini!” kata Pak Edi.
“Baik. Tolong tunggulah diruang makan!”
“<menoleh ke kanan dan ke kiri>Lho? Niken mana, ma?”
“Ada tuh, dikamar. Dia lagi tiduran. <duduk>kalau papa ingin ngobrol dengan dia, maka akan mama bangunkan.”
“Nggak usah.”
Setelah sarapan makan dan minum siap di meja makan, bu Sarah itupun memberanikan bertanya kepada suaminya tentang kepulangannya hari ini. Ternyata, Pak Edi itu membawa undangan dari ratu Vivi untuk menghadiri pesta ulang tahun puterinya yang ke-100. Yaitu puteri Wike. “Oh ya, pa? Memangnya kenapa papa pulang secepat ini. Bukankah seharusnya papa pulang sebulan lagi yah?” tanya bu Sarah. “Ayah pulang malam ini karena ingin mengajak kalian berdua untuk menghadiri pesta dari ratu Vivi. Tepatnya, ini adalah pesta ulang tahun puteri Wike yang ke-100.” jawab Pak Edi sembari menyantap makanannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar